Jumat, 07 Januari 2011

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR CETAK DAN BERBASIS ICT




A. Pendahuluan

Pada era globalisasi saat ini terjadi perubahan paradigma dalam dunia pendidikan. Pendidikan yang berlangsung sekarang setidaknya menghadapi dua tantangan. Tantangan yang pertama berasal dari adanya perubahan pandangan terhadap belajar itu sendiri. Pandangan behaviuorisme yang mengutamakan stimulus dan respon tidak cukup untuk dapat memberikan hasil optimal. Selain itu orang-orang yang terlibat dalam dunia pendidikan lebih tertarik pada aspek kognitif dan afektif siswa, atau lebih tepatnya bagaimana dan apa yang terjadi apabila siswa belajar secara dinamis, termasuk faktor internal dan eksternal apa yang mempengaruhi cara berpikir atau belajar mereka. Untuk saat ini pembelajaran di kelas sudah mengarah pada pandangan konstruktivist yang harus melibatkan aktivitas yang mendukung semua siswa untuk meningkatkan dan mengembangkan keterampilan penalaran analitis dan kritis, pemecahan masalah, dan komunikasi, dan mencapai kebiasaan (habit) berpikir. Pembelajaran di kelas juga harus mempresentasikan ide-ide kunci dan konsep dari berbagai perspektif, seperti menyajikan berbagai range dari contoh dan aplikasi untuk memotivasi dan mengilustrasi materi, mempromosikan koneksi suatu bidang ilmu ke disiplin ilmu lain, mengembangkan kemampuan setiap siswa untuk menerapkan materi yang diajarkan ke disiplin ilmu lain tersebut, memperkenalkan topik yang terkini dari suatu bidang ilmu dan aplikasinya, dan meningkatkan persepsi siswa tentang peran vital dan pentingnya ilmu pengetahuan dalam perkembangan dunia dewasa ini.
Tuntutan berpikir atau belajar yang dinamis, seperti penalaran, komunikasi, koneksi, dan pemecahan masalah membutuhkan suatu wahana komunikasi (baik verbal maupun tulisan), dinyatakan dalam suatu bentuk representasi atau representasi multipel, yang merupakan bahasa yang dapat digunakan untuk mengungkapkan ide-ide atau pikiran seseorang, dan mengkomunikasikannya kepada orang lain atau diri sendiri, baik secara verbal maupun tulisan, melalui grafik, tabel, gambar, persamaan, atau yang lainnya.
Akan tetapi, dalam implementasi proses pembelajarannya banyak terjadi kendala, misalnya kesukaran siswa dalam menjembatani representasi-representasi dan secara fleksibel berpindah dari satu representasi ke representasi lainnya (Yerushalmy, 1997). Menurut Sfard (1992), Greer dan Harel (1998), Hong, Thomas, dan Kwon (2000), Greeno dan Hall (dalam Zachariades, Christou, dan Papageorgiou, 2002) siswa mempunyai kemampuan minimal dalam menjembatani representasi-representasi tanpa memahami benang merah antar ide konsep materi-materi yang direpresentasikan.
Oleh karena itu dibutuhkan suatu sarana dari guru untuk menjembatani hal tersebut melalui bahn ajar yang akan disajikan baik itu berupa modul, hand out ataupun lembar kerja siswa.
Tantangan kedua yang dihadapi oleh dunia pendidikan saat ini adalah kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu pesat, yang menawarkan berbagai kemudahan dalam pembelajaran. Kemajuan teknologi ini memungkinkan terjadinya pergeseran orientasi belajar dari outside-guided menjadi self-guided. Selain itu teknologi juga memainkan peranan penting dalam memperbaharui konsepsi pembelajaran yang semula semata-mata fokus pada pembelajaran sebagai suatu penyajian berbagai pengetahuan menjadi pembelajaran sebagai suatu bimbingan agar mampu melakukan eksplorasi sosial budaya yang kaya akan pengetahuan.
Pembaharuan paradigma belajar melalui pandangan konstruktivisme dan pergeseran-pergeseran yang terjadi karena adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi merupakan dua hal yang sangat sejalan dan saling memperkuat. Konstruktivisme dan teknologi, secara terpisah maupun bersama-sama telah menawarkan peluang-peluang baru dalam proses pembelajaran, baik di ruang kelas, belajar jarak jauh maupun belajar mandiri. Salah satu tulisan (Tam. M, 2000) melaporkan bahwa komputer dapat secara efektif digunakan untuk mengembangkan higher-order thinking skills yang terdiri dari kemampuan mendefinisikan masalah, menilai (judging) suatu informasi, memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang relevan.
Perangkat berbasis teknologi lainnya yang diharapkan dapat digunakan dalam upaya mengembangkan lingkungan belajar yang lebih produktif adalah video discs, multimedia/hypermedia, e-mail dan internet, disamping piranti lunak Computer Assisted Instruction/Intelligent Computer Assisted Instruction (CAI/ICAI).
Oleh karena itu kebutuhan akan multimedia interaktif semakin dirasakan, mengingat kondisi perkembangan Teknologi Informasi (IT) semakin berkembang pesat. Dalam dunia pendidikan misalnya siswa mulai dari pra-sekolah, SD, SMP dan SMU/SMK dituntut untuk mengenal TI sejak dini. Kebutuhan ini tidak hanya sebagai wacana tetapi dilegalisasi melalui terbitnya Kurikulum yang memasukan mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di sekolah, lebih khusus lagi SMK TI secara spesifik mempelajari TI sebagai suatu keahlian produktif. Untuk menunjang masuknya TI di sekolah, pemerintah secara bertahap membantu sekolah-sekolah dengan memberikan perangkat hardawre komputer sebagai alat peraktek dan ditunjang dengan diberikannya BOM (bantuan perasional Manajemen) yang salah satunya harus dibelanjakan untuk membeli software komputer untuk menunjang pembelajaran TI dan penguasaan materi pelajaran umum dengan bantuan TI. Dengan demikian jelas bahwa kebutuhan bahan pembelajaran berbasis ICT sebagai alat untuk membantu siswa menguasai TI dan materi pelajaran umum lainnya dengan lebih cepat, menyenangkan dan meningkatkan hasil belajar, menjadi kebutuhan yang mendesak untuk tercapainya kualitas pembelajaran yang diharapkan.
Atas dasar pentingnya bahan pembelajaran berbasis ICT yang dirancang oleh guru bagi peningkatan kualitas pembelajaran yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi dan untuk kepentingan publikasi komunikasi dan informasi lembaga, maka sudah menjadi kebutuhan yang mendesak untuk adanya peningkatan kemampuan para pelaku pendidikan/ pelatihan terutama guru untuk memiliki kemampuan dalam merancang multimedia interaktif untuk mengemas berbagai materi-materi pelajaran.

B. Teknologi Informasi dan Komunikasi
Saat ini komputer bukan lagi merupakan barang mewah, alat ini sudah digunakan di berbagai bidang pekerjaan seperti halnya pada bidang pendidikan. Pada awalnya komputer dimanfaatkan di sekolah sebagai penunjang kelancaran pekerjaan bidang
administrasi dengan memanfaatkan software Microsoft word, excel dan access.
Dengan masuknya materi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam kurikulum baru, maka peranan komputer sebagai salah satu komponen utama dalam TIK mempunyai posisi yang sangat penting sebagai salah satu media pembelajaran. Visi mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam kurikulum adalah
• Agar siswa dapat dan terbiasa menggunakan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi secara tepat dan optimal untuk mendapatkan dan memproses informasi dalam kegiatan belajar, bekerja, dan aktifitas lainnya sehingga siswa mampu berkreasi, mengembangkan sikap imaginatif, mengembangkan kemampuan eksplorasi mandiri, dan mudah beradaptasi dengan perkembangan baru di lingkungannya.
• Melalui mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi diharapkan siswa dapat terlibat pada perubahan pesat dalam kehidupan yang mengalami penambahan dan perubahan dalam penggunaan beragam produk teknologi informasi dan komunikasi.
• Siswa menggunakan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk mencari, mengeksplorasi, menganalisis, dan saling tukar informasi secara efisien dan efektif.
• Dengan menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi, siswa akan dengan
cepat mendapatkan ide dan pengalaman dari berbagai kalangan. Penambahan kemampuan siswa karena penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi akan mengembangkan sikap inisiatif dan kemampuan belajar mandiri, sehingga siswa
dapat memutuskan dan mempertimbangkan sendiri kapan dan dimana penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi secara tepat dan optimal, termasuk apa implikasinya saat ini dan dimasa yang akan datang.
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) mencakup dua aspek, yaitu Teknologi Informasi dan Teknologi Komunikasi. Teknologi Informasi, meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Teknologi Komunikasi merupakan segala hal yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya. Karena itu, Teknologi Informasi dan Teknologi Komunikasi adalah suatu padanan yang tidak terpisahkan yang mengandung pengertian luas tentang segala kegiatan yang terkait dengan pemrosesan, manipulasi, pengelolaan, dan transfer/pemindahan informasi antar media.
Dengan melihat isi dari kurikulum tersebut, kita harus mengintegrasikan TIK dalam proses belajar mengajar di sekolah bukan hanya untuk mata pelajaran teknologi dan informasi saja tetapi juga untuk semua mata pelajaran. Melihat kondisi TIK pada saat ini dan perkembangannya di masa datang, kita harus mempersiapkan diri dan melakukan perencanaan yang matang dalam mengimplementasikan TIK di sekolah. Mengamati Program Pengembagan TIK yang dilakukan Depdiknas Untuk mengejar ketertinggalan pemanfaatan TIK di sekolah dari negara lain.
Ada tiga posisi penting di Depdiknas dalam program pengembangan TIK, yaitu:
1. Bidang kejuruan, TIK menjadi salah satu jurusan di SMK. Pengembangan TIK secara teknis baik hardware dan software masuk dalam kurikum pendidikan. Dibentuknya ICT center di seluruh Indonesia. Untuk menghubungkan sekolahsekolah di sekitar ICT center dibangun WAN (Wireless Area Network) Kota.
2. Pustekkom, sebagai salah satu ujung tombak dalam pengembangan TV pendidikan interaktif, Elearning dan ESMA. Program ini bertujuan untuk mempersempit jurang perbedaan kualitas pendidikan antara kota besar dengan daerah.
3. Jardiknas (Jejaring Pendidikan Nasional), bertujuan untuk mengintegrasikan kedua program di atas agar terbentuk sebuah jaringan yang menghubungkan semua sekolah di Indonesia. Sehingga diperkirakan di masa depan semua sekolah di Indonesia akan terkoneksi dengan internet. Melihat program yang diadakan oleh Depdiknas kita bisa memanfaatkan fasilitas tersebut karena bersifat terbuka.
B. BELAJAR MANDIRI

Belajar mandiri tidak berarti belajar sendiri. Hal yang terpenting dalam proses belajar mandiri ialah peningkatan kemauan dan keterampilan siswa/peserta didik dalam proses belajar tanpa bantuan orang lain, sehingga pada akhirnya siswa/peserta didik tidak tergantung pada guru/instruktur, pembimbing, teman, atau orang lain dalam belajar. Dalam belajar mandiri siswa/peserta didik akan berusaha sendiri dahulu untuk memahami isi pelajaran yang dibaca atau dilihatnya melalui media audio visual. Kalau mendapat kesulitan barulah bertanya atau mendiskusikannya dengan teman, guru/instruktur atau orang lain. Siswa/peserta didik yang mandiri akan mampu mencari sumber belajar yang dibutuhkannya.
Proses belajar mandiri memberi kesempatan peserta didik untuk mencerna materi ajar dengan sedikit bantuan guru. Mereka mengikuti kegiatan belajar dengan materi ajar yang sudah dirancang khusus sehingga masalah atau kesulitan belajar sudah diantisipasi sebelumnya. Model belajar mandiri ini sangat bermanfaat, karena dianggap luwes, tidak mengikat serta melatih kemandirian siswa agar tidak bergantung atas kehadiran atau uraian materi ajar dari guru. Berdasarkan gagasan keluwesan dan kemandirian inilah belajar mandiri telah ber’metamorfosis’ sedemikian rupa, diantaranya menjadi sistem belajar terbuka dan belajar jarak jauh. Perubahan tersebut juga dipengaruhi oleh ilmu-ilmu lain dan kenyataan di lapangan.
Proses belajar mandiri mengubah peran guru atau instruktur, menjadi fasilitator atau perancang proses belajar. Sebagai fasilitator, seorang guru atau instruktur membantu peserta didik mengatasi kesulitan belajar, atau ia dapat menjadi mitra belajar untuk materi tertentu pada program tutorial. Tugas perancang proses belajar mengharuskan guru untuk mengolah materi ke dalam format sesuai dengan pola belajar mandiri.
Sistem belajar mandiri menuntut adanya materi ajar yang dirancang khusus untuk itu. Menurut Prawiradilaga (2004 : 194) Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh materi ajar ini adalah:
• Kejelasan rumusan tujuan belajar (umum dan khusus).
• Materi ajar dikembangkan setahap demi setahap, dikemas mengikuti alur desain pesan, seperti keseimbangan pesan verbal dan visual.
• Materi ajar merupakan sistem pembelajaran lengkap, yaitu ada rumusan tujuan belajar, materi ajar, contoh/bukan contoh, evaluasi penguasaan materi, petunjuk belajar dan rujukan bacaan.
• Materi ajar dapat disampaikan kepada siswa melalui media cetak, atau komputerisasi seperti CBT, CD-ROM, atau program audio/video.
• Materi ajar itu dikirim dengan jasa pos, atau menggunakan teknologi canggih dengan internet (situs tertentu) dan e-mail; atau dengan cara lain yang dianggap mudah dan terjangkau oleh peserta didik.
• Penyampaian materi ajar dapat pula disertai program tutorial, yang diselenggarakan berdasarkan jadwal dan lokasi tertentu atau sesuai dengan kesepakatan bersama.
C. APA ITU E-LEARNING?
E-learning merupakan suatu teknologi informasi yang realtif baru di Indonesia. E-learning terdiri dari dua bagian, yaitu ‘e’ yang merupakan singkatan dari ‘elektronic’ dan ‘learning’ yang berarti ‘pembelajaran’. Jadi e-learning berarti pembelajaran dengan menggunakan jasa bantuan perangkat elektronika, khususnya perangkat komputer. Karena itu, maka e-learning sering disebut pula dengan ‘online course’. Dalam berbagai literatur, e-learning didefinisikan sebagai berikut :
E-learning is a generic term for all technologically supported learning using an array of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite transmissions, and the more recognized web-based training or computer aided instruction also commonly referred to as (Soekartawi, 2003)
Dengan demikian maka e-learning atau pembelajaran melalui online adalah pembelajaran yang pelaksaanya didukung oleh jasa teknologi seperti telepon, audio, videotape, transmisi satelit atau komputer.
Dalam perkembanganya, komputer dipakai sebagai alat bantu pembelajaran, karena itu dikenal dengan istilah (CBL) atau computer assisted learning (CAL). Saat pertama kali komputer mulai diperkenalkan khususnya untuk pembelajaran, maka komputer menjadi popular dikalangan anak didik. Hal ini dapat dimengerti karena berbagai variasi teknik mengajar bisa dibuat dengan bantuan kompter tersebut. Maka setelah itu teknologi pembelajaran terus berkembang dan dikelompokan menjadi dua yaitu :
• Technology-based learning
• Technology-based Web-learning
• Technology based-learning ini pada prinsipnya terdiri dari dua, yaitu audio (audio tape, radio, voice mail, telepone ) dan video information technologies (video tape, nideo text, video messaging). Sedangkan technology based web-learning pada dasarnya adalah data information tecbnologies (bulletin board, internet, email, tele-collaboration).
Dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari, yang sering dijumpai adalah kombinasi dari teknologi yang dituliskan di atas (audio/data, video/data, audio/video). Teknologi ini juga sering dipakai pada pendidikan jarak jauh, dimaksudkan agar komunikasi antara murid dan guru bisa terjadi dengan keunggulan teknologi e-learning ini. Sedangkan interaksi antara guru dan murid bisa dilaksanakan melalui cara langsung (synchronous) atau tidak langsung, misalnya pesan direkam dahulu sebelum digunakan. Cara ini dikenal dengan nama e-synchronous.
D. KARAKTERISTIK E-LEARNING
Karakteristik e-learning antara lain adalah:
• Memanfaatkan jasa teknologi elektronik; dimana guru dan siswa, siswa dan sesama siswa atau guru dan sesama guru dapat berkomunikasi dengan relatif mudah dengan tanpa dibatasi oleh hal-hal yang protokelor;
• Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials) disimpan di komputer sehinga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan dimana saja dan yang bersangkutan memerlukanya; dan
• Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di komputer.
Menurut Miarso (2004), Pemanfaatan E-learning tidak terlepas dari jasa internet. Karena teknik pembelajaran yang tersedia di internet begitu lengkap, maka hal ini akan mempengaruhi terhadap tugas guru dalam proses pembelajaran. Dahulu, proses belajar-mengajar didominasi oleh peranan guru, karena itu disebut the era of theacher. Kini, proses belajar-mengajar, banyak didominasi oleh peran guru dan buku (the era of teacher and book) dan pada masa mendatang proses belajar mengajar akan didominasi oleh guru, buku, dan teknologi (the era of teacher, book, and technology)

E. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN E-LEARNING

Menyadari bahwa melalui internet dapat ditemukan berbagai informasi yang dapat diakses secara mudah, kapan saja dan dimana saja, maka pemanfaatan internet menjadi suatu kebutuhan. Bukan itu saja, pengguna internet bisa berkomunikasi dengan pihak lain dengan cara yang sangat mudah melalui teknik e-moderating yang tersedia diinternet.
Dari berbagai pengalaman dan juga dari berbagai informasi yang tersedia di literatur, memberikan petunjuk tentang manfaat penggunaan internet, khususnya da-lam pendidikan terbuka dan jarak jauh, antara lain dapat disebutkan sebagai berikut.
• Tersedianya fasilitas e-moderating dimana guru dan murid dapat berkomunikasi dengan mudah melalui fasilitas internet secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat, dan waktu.
• Guru dan siswa dapat mengguakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang tersruktur dan terjadwal melalui internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari.
• Siswa dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat dan dimana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan dikomputer.
• Bila siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet.
• Baik guru maupun siswa dapat melaksanakan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.
• Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif .
• Relatif lebih efisien. Misalnya bagi yang mereka tinggal jauh dari perguruan tinggi atau sekolah konvensional, bagi mereka yang sibuk bekerja , bagi mereka yang bertugas di kapal,di luar negeri, dan sebagainya.
Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau e-learning juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Berbagai kritik antara lain dapat disebutkan sebagai berikut :
1. Kurangnya interaksi antara guru dan siswa bahkan antar-siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar-mengajar.
2. Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis.
3. Proses belajar dan mengajarnya cenderung kearah pelatihan daripada pendidikan.
4. Berubahnya peran guru dan yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT;
5. Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal
6. Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet (mungkin hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon, ataupun komputer).
7. Kurangnya penguasaan komputer.
F. FAKTOR YANG DIPERTIMBANGKAN DALAM MEMANFAATKAN E – LEARNING UNTUK PEMBELAJARAN

Ahli-ahli pendidikan dan internet menyarankan beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum seseorang memilih internet untuk kegiatan pembelajaran (Hartanto dan Purbo, 2002; serta Soekawati, 1999;) antara lain:
• Analisis Kebutuhan (Need Analysis)
Dalam tahapan awal, satu hal yang perlu dipertimbangkan adakah apakah memang memerlukan e-learning. Untuk menjawab pertanyaan ini tidak dapat dijawab dengan perkiraan atau dijawab berdasarkan atas sasaran orang lain. Sebab setiap lembaga menentukan teknologi pembelajaran sendiri yang berbeda satu sama lain. Untuk itu perlu diadakan analisis kebutuhan. Kalau analisis ini dilaksanakan dan jawabanya adalah membutuhkan e-learning maka tahap berikutnya adalah membuat studi kelayakan, yang komponen penilaianya adalah:
1. Apakah secara teknis dapat dilaksanakan misalnya apakah jaringan internet bisa dipasang, apakah infrasruktur pendukungnya, seperti telepon, listrik, komputer tersedia, apakah ada tenaga teknis yang bisa mengoperasikanya tersedia.
2. Apakah secara ekonomis menguntungkan, misalnya apakah dengan e-learning kegiatan yang dilakukan menguntungkan atau apakah return on investment nya lebih besar dari satu.
3. Apakah secara sosial penggunaan e-kearning tersebut diterima oleh masyarakat
• Rancangan Instruksional

Dalam menentukan rancangan instruksional ini perlu dipertimbangkan aspek-aspek (Soekartawi, 1999) :
1. Course content and learning unit analysis, seperti isi pelajaran, cakupan, topik yang relevan dan satuan kredit semester.
2. Learner analysis, seperti latar belakang pendidikan siswa, usia, seks, status pekerjaan, dan sebagainya.
3. Learning context analysis, seperti kompetisi pembelajaran apa yang diinginkan hendaknya dibahas secara mendalam di bagian ini.
4. Instructional analysis, seperti bahan ajar apa yang dikelompokan menurut kepentingannya, menyusun tugas-tugas dari yang mudah hingga yang sulit, dan seterusnya.
5. State instructional objectives, Tujuan instuksional ini dapat disusun berdasarkan hasil dari analisis instruksional.
6. Construct criterion test items, penyusunan tes ini dapat didasarkan dari tujuan instruksional yang telah ditetapkan.
7. Select instructional strategy, strategi instruksional dapat ditetapan berdasarkan fasilitas yang ada.

• Tahap Pengembangan

Berbagai upaya dalam pengembangan e-learning bisa dilakukan mengikuti perkembangan fasilitas ICT yang tersedia hal ini kadang-kadang fasilitas ICT tidak dilengkapi dalam waktu yang bersamaan. Begitu pula halnya dengan prototype bahan ajar dan rancangan intruksional yang akan dipergunakan terus dipertimbangkan dan dievaluasi secara kontinu.
• Pelaksanaan
Prototype yang lengkap bisa dipindahkan ke komputer (LAN) dengan menggunakan format misalnya format HTML. Uji terhadap prototype hendaknya terus menerus dilakukan. Dalam tahapan ini sering kali ditemukan berbagai hambatan, misalnya bagaimana menggunakan management course tool secara baik, apakah bahan ajarnya benar-benar memenuhi standar bahan ajar mandiri.
• Evaluasi
Sebelum program dimulai, ada baiknya dicobakan dengan mengambil beberapa sampel orang yang dimintai tolong untuk ikut mengevaluasi. Proses dari kelima tahapan diatas diperlukan waktu yang relatif lama, karena prototype perlu dievaluasi secara terus menerus. Masukan dari orang lain atau dari siswa perlu diperhatikan secara serius. Proses dari tahapan satu sampai lima dapat dilakukan berulang kali, karena prosesnya terjadi terus-menerus.

Akhirnya harus pula diperhatikan masalah-masalah yang sering dihadapi sebagai berikut:
1. Masalah akses untuk bisa melaksanakan e-learning seperti ketersediaan jaringan internet, listrik, telepon, dan infrastruktur yang lain.
2. Masalah ketersediaan software (peranti lunak). Bagaimana mengusahakan peranti lunak yang tidak mahal.
3. Masalah dampaknya terhadap krikulum yang ada.
4. Masalah skill dan knowledge.
5. Attitude terhadap ICT.
SIMPULAN

E-learning merupakan aplikasi internet yang dapat menghubungkan antara pendidik dan peserta didik dalam sebuah ruang belajar online. E-learning tercipta untuk mengatasi keterbatasan antara pendidik dan peserta didik, terutama dalam hal waktu dan ruang. Dengan e-learning maka pendidik dan peserta didik tidak harus berada dalam satu dimensi ruang dan waktu. Proses pendidikan dapat berjalan kapan saja dengan mengabaikan kedua hal tersebut.

E-learning akan dimanfaatka atau tidak sangat tergantung bagaimana pengguna memandang atau menilai e-learning tersebut. Namun umumnya digunakannya teknologi tersebut tergatung dari:
1. Apakah teknologi itu memang sudah merupakan kebutuhan;
2. Apakah fasilitas pendukungnya sudah memadai;
3. Apakah didukung oleh dana yang memadai; dan
4. Apakah ada dukungan dari pembuat kebijakan.
DAFTAR PUSTAKA
Hartanto, A.A dan Ono W. Purbo. 2002. Teknologi E-learning Berbasis PHP dan MySQL. Elex Media Komputindo: Jakarta.
Miarso, Yusuf Hadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Kencana: Jakarta.
Prakoso, Kukuh Setyo. 2005. Membangun E-learning dengan Moodle. Penerbit Andi: Yogyakarta.
Prawiradilaga, Dewi S dan Eveline Siregar. 2004. Mozaik Teknologi Pendidikan. Prenata Media: Jakarta..
Soekartawi. 1999. Rancangan Instructional. Rajawali Press: Jakarta.
Soekartawi. 2003. E-learning di Indonesia dan Prospeknya di Masa Mendatang. Makalah disampaikan pada seminar nasional di Universitas Petra, Surabaya, 3 Februari 2003.
Tam, M. Constructivism, Instructional Design, and Technology: Implication for Transforming Distance Learning. Educational Technology, Volume 3 Number 2. 2000.
*Oleh : Dra. Risnanosanti, M.Pd Dosen PNSD pada FKIP Universitas Muhammadiyah Bengkulu

» Read Full Article

Rabu, 14 Juli 2010

GURU SEBAGAI PANUTAN
Oleh : Wa Samo, S.Pd *)

Pepatah artinya pribahasa yang mengandung nasehat atau ajaran orang tua-tua (Kamus Unums Bahasa Indonesia, WJS Poerwadarminta). Karena kedudukannya sebagai ajaran yang dianggap “keramat”, pepatah mempunyai arti tersendiri dalam masyarakat kita. Maka mudahlah kita menjumpai berbagai pepatah, di ruang kelas, di kantor-kantor atau di ruang terbuka. Sesungguhnya profesi guru sama tuanya dengan usia pepatah “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Pada masyarakat Yunani kuno kita mengenal ahli-ahli pikir yang merangkap sebagai guru. Nama-nama pemikir sebagai Socrates, Plato dan Aristoteles adalah guru-guru yang sangat masyhur. Buah pikiranya membuka wawasan berpikir manusia pada zamannya dan zaman berikutnya. Ucapan-ucapanya menjadi perhatian dan ikutan para muridnya. Karena kedudukanya yang agat agung inilah , prilaku guru seperti sabda pandito ratu guru yang digugu da ditiru. Andai kata nenek moyang kita hidup kembali pada zaman moderen masihkah mereka bangga mengucapkan pepatah yang berhubungan dengan profesi keguruan, sementara dihadapan kita tergambar perbuatan-perbuatan a susila dan amoral yang justru melibatkan oknum guru. Inikan yang disebut tanda-tanda zaman, yang oleh

nenek moyang kita dahulu tidak pernah dijumpai. Pantaslah seorang pujangga besar yang hidup pada abad ke-18, Joyoboyo pernah meramal zaman gila, kalau tidak ikut

gila tidak akan kebagian.

Tanda-tanda Zaman
Walaupun mengalami erosi nilai , profesi guru tetap dihargai oleh masyarakat. Toh, bukanlah sosok malaikat tampa cela, demikian kira-kira pembelaan. Menurut Alm KH. EZ Muttaqien bukan hanya guru yang mengalami erosi nilai. Masalahnya adalah karena guru adalah orang pertama yang berhubungan dengan anak-anak sesudah orang tua mereka, erosi nilai pada guru terasa lebih mengkhawatirkan (Tempo, 5 Mei 1984).
Rasanya tidak adil bila membandingan kondisi guru zaman colonial dengan kondisi guru masa kini. Sosok ideal guru zaman colonial bukan hanya menjadi panutan pada murid pihak penjajah belanda pun selalu was-was terhadap aktivitas guru. Bukti sejarah memperlihatkan tokoh pendidikan kita harus mengalami pengasingan hingga ke luar negeri.
Pada masa pembangunan, disaat manusia dipacu untukdapabersaing, par guru bukan hanya menghadapi problem murid-murid. Namun guru harus pula berjuang untuk dapat hidup secara layak. Pengaruh yang luas akibat modernisasi membawa faktor positif dan negatif. Bila tidak dapat mengendalikan kedua kutub ini, baik murid maupun guru akan terlanda perasaan frustrasi.
Guru yang terlanda oleh perasaan bosan akan menjerat dirinya dan muridnya pada suatu penderitaan yang berat. Sebab pekerjan yang membosankan ialah pekerjaan tanpa makna. Orang cenderung menghentikannya, karena pekerjaan itu tidak ada gunanya. Disinyalemen pada zaman ini banyak orang yang memulai pekerjaan yang tidak diminatinya tetapi demi menghadapi diri dan lingkunganya. Ini adalah seni kompromi melawan frustras. Berbagai perbuatan yang keluar dari rel perilaku guru mungkin ada hubungannya dengan sinyalemen di atas. Kita dengan mudah menyimak dari kalangan guru, yang seterusnya dapat menyeret kepada perbuatan kriminalitas. Tentang hal ini , seorang pakar kriminologi AS Southelad (Kompas, 19 Januari 1990) berpendapat bahwa prilaku

kriminalitas dapat disebabkan oleh empat hal, yaitu : adanya tekanan mental yang tak seimbang pada dirinya ; kurang perasaan bersalah ; keberanian mengambil resiko; sulit mendapat keteladanan.
Bila kita kaji kedudukan guru semestinya adalah pemimpin bagi para murid, Sebagai pemimpin guru tidak boleh terjebak ke dalam empat krisis

tersebut di atas, atau justru telah cita-cita serta kesadaran akan norma-norma itu hilang atau berubah dengan cepat . Gaya melenting yang dikandung oleh setiap idealisme rohaniah hilang dan didesak oleh suatu kebendaan yang dangkal (Ilmu Masyarakat Umum, Prof. Dr PJ. Bouman).
Bila kita menggali kembali ajaran-ajaran Bapak Pendidikan Nasional kita, Ki Hajar Dewantara, beliau ak penat-penatnya mengatakan : “Lebih baik hidup sebagai tukang cendol tapi bahagia, dari pada kaya tapi menderita” Tapi sekarang adakah orang yang mau seperti itu ? Semboyan sekarang ialah “Gila da
Atau “kesempatan tidak datang dua kali, kapan lagi !”.(Muchtar Lubis, Manusia Indonesia)

Guru Pendidik dan Pejuang
Dalam mengadapi erosi nilai yang tengah melanda segala aspek kehidupan kita, khususnya guru, sudah sepantasnya kita mengkaji ulang misi dan keberadaan guru. Sebagai profesi pejuang, guru mengutamakan cirri khasnya pada usaha pembentukan karakter pribadi bangsa pejuang yang dilandasi oleh semangat dan nilai-nilai proklamasi 17 Agustus 1945 sebagai amanat UUD 1945. Dengan landasan profesi pejuang inilah kehadiran guru bukan hanya semata di muka kelas, tetapi seharusnya semua orang harus menjadi guru menurut profesinya. Seorang politikus bagi massanya, Jurnalistik menjadi guru bagi para pembaca medianya, Lurah menjadi guru bagi masyarakatnya. Apalagi orang tua dituntut untuk menjadi guru bagi putra-putrinya. Dengan dimensi yang demikian luas, maka setiap guru tidak boleh terlanda erosi nilai ataupun erosi panutan. Keteguhan kepribadian guru yang hakekatnya jernih akan tetap jernih, dan sebaliknya bagi guru yang sifat hakekatnya keruh atau hitam maka tetap hitam atau keruh pula buahnya. Demikianlah guru dituntut tidak “sim salabim” namun yang dituntut adalah bagaimana membangun dan mengembangkan siswanya.
Walaupun masih ada guru ang ditolak oleh murid dan lingkungannya, ataupun tersesat menjadi guru lantaran frustrasi terhadap pekerjaan yang sulit didapat selain menjadi guru, setidaknya masyarakat masih menghargai pekerjaan guru. Terhadap erosi nilai ini pemerintah tidak tinggal diam. Berbagai upaya untuk meluruskan dan menempatkan kembali wibawa guru ditempuh baik secara yuridis maupun secara edukatif. Penataan secara yuridis dilakukan melalui Sistem Pendidikan Nasional dan sestem Kredit yang telah dilakukan sejak tahun 1990, sedang penataan edukatif dilakukan melalui pembenahan lembaga pendidikan guru pada semua jenjang. Demikian pula ganjalan-ganjalan lain yang menghambat kerja guru akan terus diperbaiki. Tanpa bantuan pemerintah sulit rasanya menegakkan citra dan wibawa guru. Introspeksi kedalam tubuh guru pun perlu diperhatikan. Bukan tidak mungkin kemunduran kewibawaan guru berasal dari pribadi-pribadi. Bagaimanapun prioritas yang diberikan pemerintah jika memang kepribadian nya kurang tangguh kondisinya pun menjadi sulit dibenahi.
Perlu dipikirkan bahwa jikalau guru-guru hanya mengajar, menulis dan menghitung, maka alangkah besarnya bencana yang akan menanti masyarakat, termasuk generasi muda. Guru hanya berpikir tentang mengajar dari satu sekolah ke sekolah lain, tanpa memperhatikan peningkatan kualitas dirinya, maka akan sulit mencari sosok guru yang dapat digugu dan ditiru. (***)
http://www.kendaripos.co.id/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=9589

» Read Full Article

Rabu, 03 Februari 2010

Cerita Menarik

Muhammad Ali dan Gelandangan

Ketika sedang berada di puncak kejayaan dan ketenarannya dan telah bertanding dan bertandang ke seluruh dunia, pada suatu hari Ali berjalan kaki melewati sebuah distrik miskin di Harlem, New York, diikuti kerumunan wartawan (seperti bisa). Sewaktu berjalan di sebuah gang yang penuh sampah, ia melihat seorang gelandangan yang berbaring kecapaian di tepi selokan.
Setelah meminta agar wartawan dan juru foto menjauh, Ali membungkuk dan berjongkok, untuk berbincang bincang dengan orang itu.
Setelah Ali mengucapkan salam perpisahan dan beranjak, seorang waertawan bertanya kepada gelandangan tadi tentang kesannya kepada “Ali The Greatest.”
“Dia memang Paling Hebat”, sahut gelandangan itu.
“Mengapa anda berpendapat demikian?”, tanya wartawan.
Gelandangan itu menjawab bahwa Ali menanyakan mengapaia sampai menjadi gelandangan. Ketika ia menceritakan kisah sedih yang telah dialaminya, ia melihat air mata menggenang di pelupuk mata Sang Juara.
Jadi alasan menagapa ia memandang Ali sebagai yang Paling besar adalah, “ Ketika aku menangis, kepadanya, ia berbalik menangis untukku.”

Tony Buzan
“The Power of Spiritual Intellegence”

» Read Full Article